24.5.08

Ibu, Ayah, dan Kita Sendiri

'Maaf ya sayang, Bunda pergi dulu. Kamu sama Mbak Sri yah. Makanya kamu cepet gede, makan yang banyak, biar kamu bisa ikut sama Bunda, sama Ayah juga. Assalamu'alaikum Rasya'

Sang Bunda mencium sayang buah hatinya. Ketulusan maaf terpancar dari matanya. Deg. Gue denger dan liat sendiri dari telinga dan mata gue. Percakapan singkat Kak Yesi dan Rasya yang sangat menusuk (gue yakin Rasya pasti ngerti apa itu rasa sayang dari Bunda-nya). Itu adalah kata maaf yang tulus dari seorang ibu buat anaknya.


Gue ada di negeri ini. Banyak gue liat di televisi berita-berita tentang penemuan bayi. Entah dalam kardus atau hanyut di sungai. Seorang anak manusia yang masih biru, baru keluar dari rahim sang ibu, dan belum bisa ngapa-ngapain. Coba kita pikir, siapakah orang tuanya? Siapa?

Itu aja udah tega, membuang anak. Kalau aborsi? Lo pikir sendiri aja deh segimana parahnya.

Kalo denger berita kayak gini gue pengen nangis. Kebayang gak sih kalo kita jadi 'mereka-mereka' yang dibuang seenaknya. Mereka gak bisa ngomong. Seandainya bisa pasti mereka bakal ... aaargh, gue gak bisa jelasin disini. Yang pasti sedih banget.

Di pelajaran sosiologi gue pernah diajarin tentang penyimpangan sosial. Apa ini hasil dari penyimpangan sosial? Akibat dari pergaulan bebas? Bah, mereka yang melakukan emang gak tau malu. Rela seneng-seneng dan anaknya dibuang. Seperti upil (maaf). Kita niat untuk melakukan itu, tapi hasilnya kita buang sendiri. Kenapa hal besar kayak gini disamain sama upil?

Satu yang gue pengen. Mereka yang melakukan seharusnya bisa merasakan gimana dia jadi yang ditelantarkan begitu. Apa mereka pengen diurus dan diberi ASI bukan dari orangtuanya sendiri? Betul-betul gak punya rasa. Sebegitu teganya.

Ingat. Anak adalah titipan Allah bukan milik kita sendiri. Dan kita sebagai seorang anak jangan berpikir kalau kita boleh seenaknya sama orangtua kita sendiri.

Sebenernya gue belum terlalu yakin kalo gue udah ngasih kasih sayang Mama sama Papa sama seperti mereka sayang sama gue. Tapi cuma itu yang bisa gue lakuin. Gue sadar, gue bandel. Gue yang selalu cengeng kalo dimarahin walaupun itu demi kebaikan gue sendiri, gue yang selalu ngebantah, gue yang gak bisa jadi yang terbaik. Gue sendiri, jujur, gak tau gimana caranya supaya bisa ngebales semua kebaikan Mama, kebijakan Papa. Dan gue pengen tau itu. Pengen banget. Karena gue (merasa) udah beranjak dewasa. Udah waktunya untuk itu semua.

Tapi sampai sekarang gue cuma bisa (dan tetap) berdoa untuk kesehatan Mama Papa, meminta kepada Allah agar Dia menjauhkan mereka dari semua bahaya yang bakal menimpa mereka, dan satu yang penting. 'Ya Allah, berilah aku petunjuk bagaimana caranya untuk membalas semua kebaikan orangtuaku'

Ya. It must. Always bagi gue. Dan berharap Allah pasti akan mengabulkannya. Amiiiiinn


--------------------------------------------------------------------------------------

Kok kayaknya postingan gue yang ini serius banget ya? Wheheheheh.


lihat kelakuan anak ini 12 tahun kemudian

Ahaha. Itu foto gue waktu umur satu tahun. Putih kan? Lucu kan? (Huek!).

2 komentar:

Ayu Ambarsari Hanafiah mengatakan...

hhufp jadi ikutan serius inih baca postingan kamu ;)
bener bangets, kadan saya juga mikir.. apa sih yang ada didalam pikiran ibu2 yang tega ngebuang anak kandungnya sendiri itu??? gga abis pikir!

yahh but they've their own reason, dear.. meskipun itu salah banget tapi pasti mereka punya alasannya.

berdoa saja untuk kebahagian si anak itu, dan bersyukur dengan keadaan kita sekarang :)
ssip..

btw itu potonya lucu :P

seezqo mengatakan...

Lagi lucu2nya :)